Selasa, Agustus 09, 2011

Seorang guru rela jadi PSK demi muridnya

IkadaNews - Tinggal di desa kecil di propinsi Gan Shu. Awalnya dia bukan pelacur, setiap penduduk di desa tersebut tidak mengerti kenapa seorang gadis secantik Xia yang mempunyai paras tubuh yang indah dan rupa yang menawan tidak melakukan pekerjaan seperti gadis-gadis lainnya. Karena Xia menolak akan hal ini, ayah  Xia selalu menghukum dia. Suatu hari Xia mendengar bahwa sebuah sekolah di desa membutuhkan jasa seorang guru Xia langsung dengan sukarela menjadi seorang guru dengan tanpa imbalan.

Pas hari pertama Xia masuk ke sekolah menjadi seorang guru, setiap murid kaget dan terpukau akan kecantikan guru baru mereka Sejak saat itu Kelas selalu menjadi penuh dengan canda tawa setiap murid. Kelas mereka lebih layak untuk disebut sebagai tempat penampungan daripada bangku bangku sekolah yang normal. Dalam kondisi kelas yang sekarat ini, Xia mengajarkan beribu ribu kata kata chinese dan pengetahuan laennya kepada murid muridnya Suatu hari badai besar menghancurkan kelas mereka semua murid tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Lalu kepala sekolah datang ke kota untuk merundingkan hal tersebut dengan walikota yang mengurus budget bagian pendidikan agar memberikan sumbangan uang utk membetulkan sekolah mereka akan kepala sekolah kembali dengan tangan kosong.

Kepala sekolah mengatakan kepada Xia bahwa walikota akan memberikan uang kalo hanya Xia yang datang kepada dia dan meminta uang kepadanya secara personal, Xia yang tidak pernah keluar dari desa dan meninggalkan rumah nya dan tidak pernah bertemu dengan walikota sebelumnya, telah memutuskan untuk berangkat dari rumah untuk mengunjungi sang walikota. Sebelumnya Xia kwatir kalo kunjungan dia akan mengacaukan suasana, akan tetapi dia tetep memutuskan pergi demi murid murid nya.

Xia berjalan lebih dari 10 kilo untuk ke kantor sang walikota setelah sampai, Xia duduk di depan kantor yang bagus di ruangan sang walikota. Setiba nya di kantor, sang walikota menyambut kedatangan Xia dengan sepasang mata pemburu yang haus akan Xia dan mununjukan tangannya ke sebuah ruangan dan mengatakan “Uang kamu ada di kamar tersebut. Kalau kamu mau, kamu ikuti aku” Xia melihat sebuah ruangan dengan ranjang yang besar, ranjang tersebut lah yang telah merenggut keperawanan Xia, Sang walikota telah memperkosa Xia. Darah segar dari keperawannan nya telah meninggalkan bekas dan jejak di sprei darah merah tersebut menjadi lebih merah daripada warna bendera national China. Xia tidak menangis sedikit pun yang ada dipikirannya adalah berpuluh puluh mata murid muridnya yang akan kecewa kalau tidak ada kelas buat mereka belajar.

Setelah itu Xia bergegas balik ke rumah yang gelap dan tidak memberi tahu kepada seorang pun tentang kejadian tersebut. Hari berikutnya, para penduduk membeli kayu dan membetulkan kondisi kelas. Akan tetapi kala ada hujan yang deras, kelas tersebut tetap tidak bisa di gunakan. Xia mengatakan kepada murid muridnya bahwa walikota akan membangun sebuah sekolah yang bagus buat mereka. Dalam kurang lebih 6 bulan, kepala sekolah mengunjungi walikota 10 kali akan tetapi tetep tidak diberikan dana yang dijanjikan kepada mereka. Hanya walikota lah yang tau apa yang telah terjadi pada Xia akan tetapi tidak bisa berbuat banyak tentang itu.

Pada saat semester baru berganti, banyak murid yang tidak bisa melanjutkan sekolah nya karena biaya dan mereka harus membantu orangtuanya untuk bekerja. Jumlah muridnya berkurang dan terus bekurang. Xia sangat sedih akan kondisi seperti itu. Ketika Xia mengetahui bahwa harapan murid muridnya telah hilang bagaikan asap. Dia lalu kembali ke kamarnya. Xia membuka bajunya, dan melihat tubuh telanjangnya di depan cermin. Xia bersumpah akan memakai tubuhnya yang indah untuk mewujudkan impian dari murid muridnya untuk bisa kembali sekolah. Xia tahu semua gadis dari desa bekerja sebagai pelacur di kota untuk mencari uang dan itu cara yang gampang untuk dia untuk mendapatkan uang. Dia membersihkan dirinya dan mengucapakan selamat tingal kepada kepala sekolah, ayah dan sekolah.

Dia mengikat rambutnya dengan kuncir dua dan berjalan menuju kota. Ketika dia berangkat ke kota, ayahnya tersenyum bangga akan tetapi kepala sekolah menangis sedih akan pilihan yang Xia lakukan. Di dalam glamor kehidupan kota, Xia tidak senang sama sekali dia menderita, dalam benak pikirannya, hanya ada sebuah kelas yang hancur dan keprihatian dan kesedihan dan kekecewaan expressi dari murid-muridnya. Xia masuk ke buat salon, berbaring di ranjang yang kotor dan menderita kerja kotor yang kedua di dunia percabulan. Malam itu di dalam diary nya Xia menulis “Sang walikota tidak bisa dibandingakan dengan tamu pertama nya lebih parah dan lebih kejam akan tetapi paling tidak tamu nya telah membayar dan memberi uang”

Xia mengirimkan semua uang penghasilannya kepada kepala sekolah dengan mengirit irit biaya untuk hidup nya dengan harapan bisa mengirim lebih banyak lagi ke kepala sekolah. Sang kepala sekolah menerima uang tersebut dan mengikuti untuk menggunakan uang utk membangun sekolah. Ketika setiap orang yang menanyakan sumber uang tersebut, sang kepala sekolah hanya menjawab bahwa didapat dari donasi dari organisasi social. Akan tetapi seiring waktu, penduduk mengetahui bahwa sumber dana dari seorang mantan guru yang bernama Xia. Banyak reporters yang ingin meliputi berita ini akan tetapi ditolak oleh Xia dengan alasan bahwa dia hanya seorang pelacur biasa.Dengan uang tersebut, sekolah telah berubah drastis. Bulan pertama, ada papan tulis baru. Bulan ke dua, ada bangku kayu dan bangku. Bulan ketiga, setiap murid mempunyai buku masing masing. Bulan ke empat, setiap murid mempunyai dasi masing-masing. Bulan ke lima, tidak ada seorang murid pun yang datang ke sekolah tanpa alas kaki.

Bulan ke enam, Xia kembali mengunjungi sekolah Xia disambut dengan gembira dan para murid menyapa "Guru, kamu telah kembali guru, kamu cantik sekali” Melihat kegembiraan dari para murid muridnya, Xia tidak berkuasa untuk menangis. Tidak peduli berapa banyak air mata yang di teteskan nya dan berapa banyak derita, keluh kesan dan kisah sedih yang dia lalui dalam 6 bulan, Xia merasakan semua kisah sedih dan penderitannya itu sangat seimbang dan pantas untuk harga yang dia bayar untuk melihat apa yang Xia lihat saat itu. Setelah beberapa hari di rumah, Xia kembali ke kota. Pada bulan ke tujuh, sekolah telah mempunyai lapangan bermain yang baru. Pada bulan ke delapan, sekolah membangun lapangan basket, pada bulan ke sembilan, setiap murid mempunya pensil yang baru. Pada bulan ke 10, sekolah mempunya bendera nasional sendiri, setiap murid bisa menaikan bendera setiap hari nya.

Hingga suatu waktu Xia dikenalkan kepada seorang businessman. Sang pengusaha luar asing bersedia membayar 3000 rmb buat satu malam. Dengan pikiran yang lelah yang telah dia lalui beberapa tahun lalu, Xia dengan lelah menuju hotel sang pengusaha asing. Dia bersumpah bahwa itu adalah pekerjaan kotor yang terakhir bagi dia dan setelah itu dia akan kembali ke desa dan bersama sama murid muridnya di sekolah. Akan tetapi nasib berkata lain sungguh tragis telah terjadi malam itu dimana Xia bersumpah untuk terakhir kali nya, Xia di diperkosa dan disiksa hingga terbunuh oleh 3 pengusaha asing tersebut. Xia baru saja bertambah umur nya menjadi umur 21 tahun. Xia saat itu juga meninggal tanpa mencapai keinginan yang terakhir, yaitu untuk membangun satu kelas bagus dengan 2 komputer yang bisa digunakan oleh murid-murid.

Seorang pelacur telah meninggal dunia, keheningan yang di penuhi air mata. Saat itu langit kota ShenZen masih berwarna biru seperti lautan. Para murid-murid, guru-guru dan beberapa ratus penduduk menghadiri acara pemakaman Xia di desa kecil bernama “GanShu” Pada saat itu, semua hanya bisa melihat foto hitam putih dari Xia dalam foto itu Xia mengikat rambutnya dengan senyuman bahagia. Kepala sekolah membuka diary Xia dan membacakanya di depan para murid murid nya dan Xia menulis “Sekali melacur, bisa membantu satu anak yang tidak bisa sekolah. Sekali menjadi wanita simpanan, bisa membangun sebuah sekolah yang telah hilang harapan. Bendera setengah tiang dikibarkan.
[ Read More.. ]

Senin, Agustus 08, 2011

Ni wayan aja bisa, kok saya nggak?


Adalah Ni Wayan Mertani (16th), gadis asal Desa Purwakerti, kecamatan Abang, Karangasem Bali. Hanya berbekal kamera pinjaman bisa menjuarai lomba Fotografi Internasional yang diadakan di Belanda. Ni Wayan sendiri adalah gadis yatim yang tinggal bersama ibu dan adiknya di sebuah gubuk di tepi pantai Amed.
Gadis penuh semangat ini memang berasal dari keluarga miskin. Ibunya, I Nengah Kirem, 52 tahun, sudah bertahun-tahun menderita sakit ginjal. Untuk membantu ekonomi keluarga, sepulang sekolah pelajar  SMP Negeri 2 Abang, Karangasem, ini berjualan kue jajanan sambil sesekali memungut barang bekas di sekitar pantai Kadang.
Hingga suatu ketika, ia bertemu turis asal Belanda, Dolly Amarhosoija. Si turis memberinya sebuah buku berisi kisah inspiratif The Diary of Anne Frank, yang kemudian menginspirasi Ni Wayan untuk terus semangat meraih cita-citanya.

Tak cuma buku, Ni Wayan juga dipinjami kamera foto milik Dolly. Dia membuat 15 foto dengan kamera itu. Jepretan terakhirnya adalah sebuah potret pohon ubi karet dengan dahan tanpa daun yang tumbuh di depan rumahnya. Seekor ayam bertengger di salah satu dahan, serta handuk berwarna merah jambu dan baju keseharian yang dijemur di bawahnya.
Hasil “jepretan” Ni Wayan kemudian didaftarkan oleh Dolly pada lomba foto internasional yang diadakan Yayasan Anne Frank di Belanda,yang diikuti 200 peserta dengan tema “Apa Harapan Terbesarmu”.
Tak dinyana, foto sederhana itu memikat 12 fotografer kelas dunia dari World Press Photo yang menjadi juri lomba foto internasional 2009, yang digelar Yayasan Anne Frank di Belanda. Ketika ditanya tentang Fotonya, Wayan menjelaskan, ayam itu simbolisasi diri dan kehidupannya. “Ayam itu kalau panas kepanasan, hujan kehujanan. sama seperti saya,” ujarnya.
Dia mengaku punya puluhan ayam dan bebek serta beberapa ekor kambing. Ayam-ayamnya pun dibiarkan berkeliaran tak dikandangkan. Terkadang Wayan harus menyabit rumput untuk memben makan kambingnya sebelum berjualan. Namun, di sela kehidupan keras yang dilaluinya, Wayan biasa meluangkan waktu dengan membaca di perpustakaan milik Marie Johana Fardan, tetangganya yang warga Belanda pemilik vila Sinar Cinta di Pantai Amed.
“Sudah dua tahun dia menjadi langganan tetap perpustakaan. Dia menyukai buku Anne Frank itu,” ujar Marie, yang mengantar Wayan dan adiknya, Ni Nengah Jati, terbang ke Belanda.
Negeri Kincir Angin menjadi tempat pertama Wayan mengenal dunia di luar Bali. Wayan mengaku senang bisa menjejakkan kaki di Belanda, yang menurut dia bersih, ramai, meski cuacanya kurang bersahabat. “Senang tapi makanannya tidak enak, mentah-mentah. Lebih enak jajanan saya,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Dari Yayasan Anne Frank, Wayan menerima hadiah berupa kamera saku dan sebuah komputer jinjing dari Radio Netherlands Wereldomroep. Rencananya, jika Yayasan Anne Frank mengadakan acara di Bali, dia akan diundang untuk memamerkan foto-fotonya. Radio Netherlands juga menawarkan tempat untuk Wayan mengirim cerita pendek atau tulisan-tulisannya untuk disiarkan.
Wayan berharap bisa menyelesaikan sekolah dan mewujudkan cita-citanya menjadi jumalis. “Saya ingin membahagiakan ibu saya,” ujarnya sendu. Matanya bulat menerawang. Dia sangat sadar kemiskinan mengancam kelanjutan pendidikannya. “Anne Frank lebih susah hidupnya. Jika dia tak mengeluh, saya juga seharusnya tidak,” ujarnya kemudian.



dia aja bisa
so, aku pasti bisa!
kamu?

[ Read More.. ]